Minggu, 28 September 2014
Begini Cara Kepala Daerah Korup Akali Transaksinya, Libatkan Keluarga Hingga PNS
Jakarta - Kepala daerah koruptor kerap mengakali transaksi mencurigakan yang dilakukannya. Seribu macam cara uang hasil korupsi diakali agar tak terendus alirannya. Tapi tetap saja penegak hukum mengendusnya.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso, menyampaikan modus transaksi para kepala daerah korup itu dalam menyedot uang negara atau menerima suap.
"Berkaca dari hasil Riset PPATK dan fakta-fakta sebagaimana terungkap di hasil Persidangan Tipikor, dalam menganalisis transaksi mencurigakan, PPATK mengembangkan pola analisis dengan mengamati tiga jenis transaksi," terang Agus, Senin (29/9/2014).
Agus menjelaskan soal tiga transaksi itu, yakni:
1) Transaksi terlapor dengan pihak ketiga selain keluarga dan aparat birokrasinya, ini biasanya pihak swasta yang menjadi kroninya, calo, tangan kanan.
2) Kemudian transaksi si terlapor dengan orang-orang di birokrasi yang dipimpinnya, khususnya staf yang terdekat seperti staf khusus, sekretaris, ajudan, OB, atau pejabat yang sangat terkait dengan proyek dimaksud.
3) Transaksi-transaksi dengan keluarganya, yaitu isterinya, anak-anak, adik-kakak-ipar, orang tua.
"Kewenangan yang seringkali dijadikan modus korupsi adalah mark-up pengadaan barang/jasa, mark-down penerimaan daerah, suap berbagai perijinan, khususnya di bidang kehutanan, perkebunan dan Minerba yang memiliki kecenderungan saling kait mengkait," terang Agus.
Menurut Agus juga, selain itu sebagaimana diketahui pula seringkali ditemukan adanya kongkalingkong antara pihak eksekutif (Pemda) dengan pihak legislatif terkait proyek-proyek yang dibiayai APBD.
"Sehingga tak mengherankan banyak juga anggota DPRD yang tersangkut kasus korupsi dan TPPU," tutupnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar